top of page
Search

Dari Kebun Ke Gelas Kamu, Ini Adalah Perjalanan Rempah Jamu Gendul 88


Pernah nggak sih bertanya-tanya, perjalanan bahan pangan yang kamu konsumsi itu seperti apa sih hingga bisa berakhir di piring atau gelas kamu? Ternyata ada perjalanan panjang yang dilewati semua bahan pangan itu untuk bisa tersaji manis dan siap disantap.

Dalam perjalanan panjang itu, ada banyak orang yang terlibat dalam prosesnya, dari petani, kurir, dan supplier bahan baku lainnya. Dalam perjalanan panjang itu pula ada banyak upaya yang dilakukan untuk menjaga agar bahan baku bisa sampai dengan kondisi segar, terjaga kualitasnya. Dan nggak kalah penting, emisi karbon. Semakin jauh perjalanan yang ditempuh, semakin besar pula emisi karbon yang dihasilkan. Semakin rendah pengetahuan petani akan penggunaan pupuk dan pestisida, semakin besar pula emisi tanah yang terjadi.


Pernahkah kamu selektif dalam memilih bahan-bahan yang akan tersaji sebagai makanan dan minuman kamu? Sejak dulu ini selalu menjadi hal yang mbakmin perhatikan. Kalau bisa memilih, mbakmin inginnya bisa menanam saja sendiri semua yang mbakmin butuhkan. Hahahaha. Khayalan yang menyenangkan. Karena sungguh, berkebun itu menyenangkan. Mbakmin sudah merasakan betapa mudahnya mau bikin sambal, tinggal petik cabai di kebun. Nggak perlu repot harus pergi membeli cabai dulu, dan nggak perlu ribet dengan bahan yang nggak terpakai dan akhirnya busuk. Sangat menyenangkan juga saat mau masak ini itu, butuh daun salam tinggal petik, butuh daun jeruk tinggal petik, mau masak sayur bening kelor atau katuk, tinggal panen sendiri. Bahkan, saat butuh kencur, mbakmin tinggal gali tanah.

Selain menanam sendiri bahan-bahan yang mbakmin butuhkan, mbakmin juga sangat terbantu dengan adanya pasar rakyat, dan dengan banyaknya petani-petani kecil, maklum ya, masih banyak lahan kosong di daerah sini. Rasanya jadi lebih lega saat tau kalau bahan pangan kita nggak perlu melalui perjalanan panjang yang penuh emisi.


Selain mencoba untuk perhatian dengan perjalanan bahan pangan yang mbakmin sekeluarga konsumsi, mbakmin juga prihatin dengan banyaknya bahan pangan yang terbuang. Sering nggak sih beli daun salam, tapi yang kepake cuma 3 helai, sisanya kebuang karena rusak. Atau beli lengkuas, cuma kepake sedikit, sisanya nggak terpakai dan akhirnya busuk. Ini jadi salah satu alasan mbakmin akhirnya belajar mengeringkan rempah untuk menambah masa simpan rempah, supaya nggak mubadzir terbuang karena mudah busuk. Belajar proses pengeringan nggak mian-main loh, mbakmin sampai mengumpulkan banyak referensi tentang metode ideal dari jurnal-jurnal penelitian supaya memperoleh hasil akhir produk yang berkualitas dan terjaga nutrisi dan aromanya. Tapi soal ini dicerita selanjutnya ya. Kali ini fokus dengan perjalanan para rempah dulu.



Saat mendirikan Jamu Gendul 88, hal ini menjadi salah satu concern yang mbakmin miliki. Dari mana bahannya. Sejauh apa kami harus mengambil bahan? Mbakmin dan Maschef pun memulai perjalanan kami mencari bahan dan dalam perjalan itu, kami bertemu dengan banyak petani dan supplier bahan yang kami butuhkan.


Rempah segar bahan baku Jamu siap Minum seperti kunyit, kencur, jahe merah, temulawak, dan sereh bersumber dari daerah Kab. Tangerang dan Kab. Rangkas Bitung. Dekat dengan lokasi kami. Kami selalu mengambil bahan saat baru panen, sehingga bahan-bahan yang kami gunakan, selalu dalam kondisi prima, fresh from the farm. Rempah lain seperti bahan baku rempah kering yang ada di etalase kami juga berasal dari sekitar area tinggal kami. Bahan dedaunan seperti daun sirih, kelor, katuk, salam, pandan, beluntas, sambiloto, dan jeruk purut, serta bunga telang, malah berasal dari kebun kami sendiri. Semua ditanam secara alami dan benar-benar langsung diproses setelah panen.


Sumber bahan baku kami yang paling jauh adalah beras dan bahan baku buah kering seperti jeruk nipis, lemon, buah naga, dan lain-lain yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tapi selain itu, semua supplier kami (bahkan untuk consumables seperti stiker dan packaging) berasal dari daerah dekat tempat tinggal kami.


Kenapa ini menjadi penting?

  1. Kembali lagi ke yang sudah mbakmin sebutkan tadi, emisi karbon. Kami berusaha untuk memangkas emisi karbon perjalanan bahan baku sebagai bentuk tanggung jawab kami terhadap dampak aktivitas bisnis kami terhadap lingkungan.

  2. Keuntungan dari sumber bahan baku yang dekat adalah bahan baku selalu datang dalam kondisi segar.

  3. Hal ini menjadikan kami turut mendukung bisnis lokal lain untuk tumbuh, termasuk para petani.

  4. Hal yang nggak kalah penting, memangkas jarak tempuh bahan baku juga memangkas biaya perjalanan sehingga biaya besar dari jarak tempuh bahan baku tidak menjadi beban pelanggan. Harga produk kami menjadi sangat terjangkau, dan harapan kami, para pelanggan nggak merasa berat dengan menjadikan jamu dan rempah sebagai bagian dari rutinitas mereka.


Tahu nggak sih, 40% dari pembeli Jamu Gendul 88 menjadi pelanggan reguler, 20% menjadi pelanggan setia. Mbakmin membagikan cerita ini untuk berterima kasih pada para pelanggan yang sudah ikut serta melestarikan jamu dan memaksimalkan potensi rempah bersama kami. Mbakyu dan Mas perlu tahu, dalam setiap tahapan kami menyediakan Jamu dan Rempah Kering, kami berupaya untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan memaksimalkan dampak kami pada perekonomian bisnis lokal sekitar.


Locally sourced, naturally made, and affordable, all for you.

Nantikan catatan perjalanan Jamu Gendul lainnya ya. Sebenarnya ingin sering-sering post soal kebun, tapi masih belum sempat nyusun timeline post, secara mbakmin berusaha banget menjaga feed social media tetap rapi. Hahahaha. Selain itu masalah privasi juga sehingga mbakmin nggak pernah post tentang partner petani dan supplier lainnya. Jangan lupa baca tentang cara mengelola limbah dari produk kami ya, bisa klik di sini.


19 views0 comments

Comments


bottom of page